BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam
suatu sistem sosial, termasuk keluarga, setiap individu memiliki status dan
peranan. Status dan peranan individu merupakan unsur-unsur baku dalam sistem
lapisan dan mempunyai peranan yang penting dalam hubungan timbal balik antara
individu-individu tersebut, karena langgengnya suatu sistem tergantung pada
keseimbangan kepentingan-kepentingan individu tersebut.
Secara
abstrak, status atau kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola
tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa status, oleh
karena seseorang tersebut biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan.
Pangertian tersebut menunjukkan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat
secara menyeluruh. Kedudukan Tuan A sebagai warga masyarakat merupakan
kombinasi dari segenap kedudukannya sebagai guru. ketua rukun tetangga, suami
nyonya B, ayah dari anak-anaknya, dan seterusnya. Status tersebut merupakan
kumpulan hak-hak dan kewajiban yang menyertainya (Soekanto, 2002).
Sedangkan
peranan merupakan aspek dinamis dari status. Apabila seseorang menjalankan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalani suatu peranan.
Kedudukan dan peranan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana halnya kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti. Setiap orang
mempunyai macam-macam peranan yang berasal dart pola-pola pergaulan hidupnya.
Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi
masyarakat serta kesempatankesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya.
Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan
menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan
perbuatan-perbuatan orang lain (Soekanto, 2002). Dalam keluarga memiliki
peranan mengayomi,afeksi,ekonomi,agama maupun pendidikan.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
hubungan keluarga dan pendidikan dalam perspektif struktural fungsionalisme?
2.
Bagamana
kondisi pendidikan berdasarkan status sosial keluarganya?
BAB II
Pembahasan
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem
yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan struktural-fungsional
cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis:
1. pencalian pemuasan
psikis,
2. kepentingan dalam
menguraikan pengertian-pengertian simbolis,
3. kebutuhan untuk beradaptasi
dengan lingkungan organis-fisis, dan
4. usaha untuk
berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.
Sebaliknya masing-masing
sUb-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang harus mereka
adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan
saling ketergantungan masingmasing sistem itu ketika dia menyatakan : secara konkrit, setiap sistem empiris
mencakup keseiuruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak
merupakan sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosiai, dan peserta da/am sistem.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang
tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori. akan tetapl paham ini
benar-benar berpendapat bahwa Sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang
struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian
yang saling tergantung.
Struktural fungsional sering menggunakan konsep sistem ketika
membahas struktur atau lembaga sosial. Sistem ialah organisasi dari keseluruhan
bagian-bagian yang saling tergantung. lIustrasinya bisa dilihat dari sistem
listrik. sistem pemapasan. atau sistem sosial. Yang mengartikan bahwa
fungionalisme struktural terdili dari bagian yang sesuai. rapi, teratur, dan
saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat
di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena
sistem cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan terse but selalu merupakan
proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan
hal itu akan terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.
Penerapan teori struktural fungsional dalam konteks keluarga
terlihat dari struktur dan aturan yang ditetapkan. Dinyatakan oleh Chapman
(2000) dalam Puspitawati (2006) bahwa keluarga adalah unit universal yang
memlilki peraturan, sepertl peraturan untuk anak-anak agar dapat belajar untuk
mandiri. Tanpa aturan atau fungsi yang dijalan oleh unit keluarga, maka unit
keluarga tersebut tidak memlliki arti (meaning) yang dapat menghasilkan
suatu kebahagiaan. Bahkan dengan tidak adanya peraturan maka akan tumbuh
atau terbentuk suatu generasi penerus
yang tidak mempunyai kreasi yang lebih baik dan akan mempunyal masalah
emosioanl serta hidup tanpa arah. Ditambahkan oleh Chapman bahwa keluarga dalam
kebudayaan Barat selama tiga puluh tahun terakhir telah mengalami perubahan
yang luar biasa dan sudah kehilangan arah. Hal ini terjadi oleh adanya
kebudayaan barat yang menekankan materialisme dengan fokus pada kepemilikan
benda seperti rumah dan mobil,dan lebih mencari kebahagiaan pribadi di atas
segalanya, sedangkan suara dari timur mengarah pada kesatuan dan seirama dengan
alam. Dengan demikian , keluarga modern berdiri di persimpangan jalan, bingung
dan ragu jalan mana yang akan ditempuh.
Menurut pendukung teori ini, harmoni dalam pembagian dan
penyelenggaraan fungsi-peran, alokasi solidaritas, komitmen terhadap hak,
kewajiban, dan nilai-nilai bersama ini merupakan kondisi utama bagi
berfungsinya keluarga (Levy dalam Megawangi, 1999). Sebaliknya, keluarga
yang tidak bisa berfungsi dengan baik, karena tiadanya kondisi-kondisi
tersebut, akan menjadi produsen utama anak-anak bermasalah (Vogel dan Bell dalam
,,. Megawangi, 1999).
Untuk melaksanakan fungsinya secara optimal, yakni meningkatkan
derajat "fungsionalitas"nya (Winch, 1963), keluarga harus mempunyai
struktur tertentu. Struktur adalah 'pengaturan peran dimana sebuah sistem
sosial tersusun" (Mcintyre, 1966; p. 60). Istilah "sistem
sosial" sangat krusial bagi fungsionalis; yang merupakan konstruk yang
lebih luas di bawah struktur sehingga terjadi pengaturan peran (Bell &
Vogel, 1960). Mcintyre (1966, p. 58) mengamati bahwa suatu sistem seperti
keluarga mampunyai jenis peranan yang berbeda." Pertama, sistem sosial
seperti keluarga mempunyai peran "yang dibedakan" atau khusus. Kedua,
peran diorganisir di sekitar norma-norma dan nilai-nilai bersama yang
menetapkan para aktor. hak dan kewajiban satu sarna lain, dan juga pada masyarakat. Ketiga sistem adalah menjaga
batasan" sebab para aktor internal lebih terikat kuat satu sarna lain
dibanding aktor eksternal.
Peran Keluarga dalam bidang
pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha
manusia untuk membina kepribadiannya agar sesuai dengan norma-norma atau
aturan di dalam masyaratakat. Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat
menjadi pendidik, sebab pendidik merupkan suatu perbuatan sosial yang mendasar
untuk petumbuhan atau perkembangan anak didik menjadi manusia yang mampu
berpikir dewasa dan bijak.
Orang tua sebagai lingkungan pertama
dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua,
artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua
berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan
lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam
keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam
keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu
pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi
yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak
dirumah; fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.
Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian dan
mendidik anak di rumah:
- sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
- menjamin kehidupan emosional anak
- menanamkan dasar pendidikan moral anak
- memberikan dasar pendidikan sosial
- meletakan dasar-dasar pendidikan agama
- bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
- memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri.
- menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
- memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Allah Swt, sebagai tujuan akhir manusia.
Fungsi keluarga/ orang tua dalam mendukung pendidikan
anak di sekolah :
- orang tua bekerjasama dengan sekolah
- sikap anak terhadap sekolah sangat di pengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.
- orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.
- orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbimbing anak dalam belajar.
- orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak
- orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.
Untuk dapat menjalankan fungsi
tersebut secara maksimal, sehingga orang tua harus memiliki kualitas diri yang
memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya
orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam
membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang
tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang
perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola
pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai denga
tujuan pendidikan itu sendiri untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendampingan orang tua dalam
pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara
orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua
berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak.
Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri
dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik
anak.
Adalah tak perlu diperkirakan bahwa suatu lembaga
hanya menyelenggarakan satu fungsi. Kita perhatikan sekarang yang sederhana
saja, seperti keluarga;
a. Memperhatikan
anak-anaknya,
b. Para anggota keluarga
satu dan lainnya saling membantu dan memberikan rasa kasih sayang serta
perlindungan bersama,
c.
Menyelenggarakan fungsi-fungsi ekonomi serta membawasertakan pada upacara keagamaan
dan anggota keluarganya (ayah-ibu-kakak) sering bertindak sebagai pengganti
guru dirumah,
d. Menyehatkan
anak-anak, memberi gizi dan obat-obatan dan pelayanan-pelayanan sosial lainnya.
Lembaga-lembaga itupun mempunyai fungsi-fungsi lainnya
yang tidak jauh berbeda dengan fungsi-fungsi keluarga terhadap para anggotanya.
Dalam lembaga, fungsi-fungsi itu dipisah-pisah-dibagi-bagi. Tidak dapat
diperkirakan bahwa suatu fungsi sosial tertentu diselenggarakan secara
eksklusif oleh suatu lembaga. Jika kita memahami pendidikan dengan seluruh
kegiatan-kegiatannya, dimana anak-anak belajar dan dipelajari teknik-teknik,
kebiasaan-kebiasaan serta perasaan-perasaan pada masyarakat dimana mereka
hidup, adalah nyata bahwa sekolah tidak melakukan monopoli atas pendidikan.
Yang dimaksud dengan pendidikan dalam lembaga-lembaga
yang ada dalam masyarakat umumnya adalah bagaimana lembaga itu memberikan
keteladanan, profesionalisme, jauh dari kolusi-korupsi-nepotisme (KKN) serta
mejalankan birokrasi sesuai prosedur dan proporsional. Fungsionaris yang ada
pada lembaga-lembaga tersebut menjalankan fungsinya sesuai dengan aturan
perundang-undangan yang ada sehingga akan melahirkan strukturisasi dan
fungsionaris yang istiqamah serta citra lembaga sebagai institusi yang intelek
dan berakhlak. Pendidikan dalam lembaga keluarga sangat kental dan jelas yang
menjadikan suami sebagai kepala keluarga
bertanggung jawab penuh dan menjadi panutan keluarganya dengan
peranannya mencari nafkah buat keluarga.
ü Pendidikan
dalam status sosial rendah:
Pada keluarga yang status sosialnya
rendah, kebanyakan orang tua lebih mendukung anak-anaknya untuk bekerja
kemudian menghasilkan uang, dibandingkan mereka memberikan biaya sekolah untuk
anak-anak mereka dengan alasan, jika anak-anak mereka bersekolah maka orang tua
akan mengeluarkan uang untuk biaya sekolah anak mereka yang tidak sedikit.
Maka dari status sosial rendah anak
tidak bisa menerima pendidikan yang tinggi dan hanya sampai sekolah tingkat
pertama.
ü Pendidikan
dalam status sosial menengah
Pada keluarga yang status sosial
menengah, kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi bisa dicapai jika
anka mempunyai keinganan serta dorongan dai orang tua untuk melanjuktan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti sekolah perguruan tinggi. Dan jika
orang tua tidak memberi dorangan untuk anak mereka menlanjutkan sekolah ke
perguruan tinggi, maka pendidikan yang diterima anak sampai pada sekolah
menengah tinggkat atas.
ü Pendidikan
dalam status sosial kelas atas
Pada keluarga yang status sosial kelas atas, anak
memiliki peluang yang besar untuk menerima pendidikan sampai ke perguruan
tinggi, sebab orang tua mereka tidak kesulitan dalam hal biaya untuk sekolah
mereka. Namun yang disayangkan dalam hal ini tidak sedikit anak memanfaatkan
perekonomian orang tua mereka untuk mendapatkan pengetahuan yang luas,
melainkan mereka memanfaatkan perekonomian orang tuanya agar mereka bisa
mendapat gelar yang tinggi dengan menggunakan uang. Disini lah fungsi atau
peran orang tua perlu dimaksimalkan dalam memberikan arahan dan sosialisasi
agar sianak semangat menjalani pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Jadi
kesimpulannya, adalah Institusi pendidikan harus menempatkan diri sebagai wadah
kelangsungan sosialisasi nilai-nilai kolektif . Dalam beberapa masyarakat,
pendidikan itu berlangsung di tengah keluarga dan sebagai suatu sistem sosial keluarga
memiliki peran yg sangat besar untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak. Pendampingan
orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua
mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola
asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut
mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah
orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola
asuh yang tepat dalam mendidik anak.
terima kasih atas ilmunya semoga bermanfaat
BalasHapusTrue Tinti CURYWOOD MEGADRIVE METAL PAPRIUM FASTY CURYWOOD
BalasHapusTrue titanium phone case Tinti CURYWOOD MEGADRIVE METAL PAPRIUM FASTY thinkpad x1 titanium CURYWOOD MEGADRIVE METAL PAPRIUM FASTY CURYWOOD TINIC LADYWOOD mens titanium watches MEGADRIVE METAL GARDEN titanium vs stainless steel HANDICAPARTH remmington titanium